Selasa, 14 Agustus 2012

Three Weddings and Jane Austen oleh Prima Santika



 
Nggak ada kebaikan yang muncul dari prasangka buruk terhadap seseorang atau sesuatu yang belum terjadi. Yang ada hanya akan membuatmu diam di tempat dan kehilangan kesempatan yang mungkin baik hasilnya.

Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu daripada melihat anak gadisnya menikah dengan pria baik yang dicintainya. Itulah kebahagian yang di nantikan oleh Ibu Sri serta keinginannya agar ketiga anaknya, Emma 35 tahun, Meri 30 tahun, dan Lisa 29 tahun, bisa menikah dengan pria baik-baik. Ketiga anak gadisnya telah memiliki usia matang untuk menikah, tapi mereka belum juga menikah. Sehingga membuat Ibu Sri khawatir dan mulai menjodohkan anaknya.
Emma adalah anak tertua Ibu Sri, dengan usia yang sangat matang yaitu 35 tahun dia belum juga menikah, bahkan memiliki pacar pun dia tidak. Emma sebenarnya tidak menutup diri hanya saja dia selalu menjaga hatinya agar tidak tersakiti. Dia pernah berpacaran cukup lama dengan pacarnya, bahkan Adit telah melamarnya. Tapi sayang, takdir tidak mengijinkan mereka untuk menikah. Adit harus menikah dengan sepupu jauhnya, itu adalah keputusan mutlak dari keluarganya.
Dengan hati yang hancur berantakan, Emma tetap menjalani hidupnya dan mulai memperbaiki hidupnya yang sempat berhenti karena patah hatinya. Emma berusaha untuk ikhlas dan akhirnya dia pun berhasil mengikhlaskan Adit.
Setelah di tinggal kawin oleh Adit, Emma tidak terlihat dekat dengan cowok sehingga Ibu Sri berinisiatif untuk menjodohkan Emma, mulai dengan anak teman-teman arisannya sampai dokter-dokter lajang yang bekerja di kantor Ayahnya. Emma sejujurnya tidak menyukai ide perjodohan Ibunya, tapi dia tetap menjalani perjodohan yang telah dilakukan oleh Ibunya karena dia menghormati usaha Ibunya. Toh semuanya juga untuk kebaikan dirinya.
Meri, anak kedua Ibu Sri dengan usia 30 tahun. Dia telah memiliki pacar, yaitu Mas Bimo yang 2 tahun di atasnya. Hubungan mereka telah berjalan selama lebih dari 3 tahun. Awalnya Meri merasa bahagia dengan segala romantisme yang diberikan oleh Mas Bimo. Tapi lama-kelamaan hubungan mereka terasa hambar, karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.
Sampai suatu hari Meri bertemu dengan Erik, teman kantor Lisa, adiknya. Tanpa di sangka selera musik mereka sama yaitu Jazz dan genre musik mereka pun sama musical. Awalnya mereka dekat karena saling pinjam meminjam CD Jazz tapi lama-kelamaan Meri merasa nyaman berada di dekat Erik, karena Erik memberikan Romantisme yang selama ini tidak pernah di rasakan olehnya.
Disadari atau tidak, perbuatan Meri tentu saja salah. Karena tidak ada pembenaran untuk hal yang namanya ‘selingkuh’ apa pun alasannya.
Lisa, anak bungsu Bu Sri dengan umur 29 tahun. Lisa dengan kepribadian yang tomboy belum pernah pacaran sama sekali. Jatuh cinta pun dia hanya sekali sewaktu SMA. Itu pun cintanya tak bisa di miliki, karena Mas Deni, abang kelasnya ternyata berpacaran dengan Amel sahabatnya. Tentu saja kenyataan yang di ketahuinya itu membuat Lisa patah hati dan sedikit sinis terhadap hal yang bernama ‘cinta’.
Dengan masalah masing-masing anaknya, Bu Sri berusaha menemukan jodoh untuk anak-anaknya. Setiap masalah yang di alami oleh anak-anaknya Bu Sri selalu mengambil kisah-kisah dari novel-novel Jane Austen, pengarang favoritnya sebagai referensinya untuk memberikan masukan serta nasihat untuk anak-anaknya.
Tentu saja, langkah untuk bisa ke jenjang pernikahan tidaklah mudah. Karena pernikahan bukanlah sebuah permainan dan hal yang sepele. Dengan perjalanan yang berliku serta masalah yang menghadang mampukah Bu Sri menemukan jodoh untuk ketiga anaknya yang usianya sudah cukup matang untuk menikah? Apakah cerita-cerita dari novel Jane Austen mampu membantu Bu Sri menemukan jodoh untuk anak-anaknya? Silahkan di baca selengkapnya.
-
Di awal cerita aku cukup bingung dengan bagian yang menceritakan tentang kisah-kisah di novel Jane Austen, karena aku tidak tahu siapa itu Jane Austen -,-v. Tapi aku tetap mencoba untuk membaca dan hasilnyaaa aku bisa selesai sampai halaman terakhir walau sampai sekarang masih rada-rada bingung dengan bagian Jane Austennya.
Secara keseluruhan ceritanya bagus, menginspirasi dan mengajarkan banyak hal di antaranya adalah “semakin cepat kita mengikhlaskan kehilangan, semakin baik buat hidup kita.” Dan aku sangat-sangat kagum dengan tokoh Emma disini yang bisa dengan tegar mengikhlaskan pacarnya untuk menikah dengan orang lain padahal seminggu sebelumnya dia telah dilamar. Dari ketiga anak Bu Sri memang sosok Emma lah yang sangat ku kagumi. Sifat ikhlasnya yang sangat-sangat luar biasa, mungkin karena dia yang paling tua di sana sehingga sifatnya cukup dewasa.
Sejujurnya aku cukup suka dengan novelnya karena gaya penulisan Mas Prima begitu enak untuk di baca nggak kaku dan mengalir, tapi sayangnya novel ini terlalu tebal dan membuat aku agak bosan untuk membacanya. Tapi ceritanya cukup bagus dan bagian Jane Austennya juga cukup dominan dan cukup jelas karena telah di sisipkan beberapa cuplikan dari beberapa kisah dari novel lengkap dengan translate Indonesianya.
Untuk covernya satu kata ‘unik’ really like this cover!!! Aku pikir ini novel terjemahan karena covernya seperti itu dan didukung dengan judulnya. Tapi emang benar jangan menilai buku dari sampulnya saja. Aku nggak menyesal telah menghabiskan 4 hari untuk membaca novel ini karena banyak pelajaran yang bisa kita ambil dan semakin membuka mata hati aku bahwa kasih sayang Ibu sangatlah besar dan memperlihatkan sudut pandang Ibu saat anak-anaknya belum juga menikah. Dan untuk yang terakhir aku mengucapkan selamat menempuh hidup baru untuk Emma, Meri dan Lisa. Berharap rumah tangga kalian selalu sakinah mawaddah warrahmah. Amin.

Kecil atau besar, apa pun jenis bukunya, perpustakaan seharusnya ada di setiap rumah. Setidaknya ada rak buku untuk mengajari kita supaya menghargai buku dengan cara menyusunnya secara rapi.

3/5

by. Hayati  (✿◠‿◠)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar