Nggak ada kebaikan yang muncul dari
prasangka buruk terhadap seseorang atau sesuatu yang belum terjadi. Yang ada
hanya akan membuatmu diam di tempat dan kehilangan kesempatan yang mungkin baik
hasilnya.
Tak ada yang lebih
membahagiakan seorang ibu daripada melihat anak gadisnya menikah dengan pria
baik yang dicintainya. Itulah kebahagian yang di nantikan oleh Ibu Sri serta
keinginannya agar ketiga anaknya, Emma 35 tahun, Meri 30 tahun, dan Lisa 29
tahun, bisa menikah dengan pria baik-baik. Ketiga anak gadisnya telah memiliki
usia matang untuk menikah, tapi mereka belum juga menikah. Sehingga membuat Ibu
Sri khawatir dan mulai menjodohkan anaknya.
Emma adalah anak tertua Ibu
Sri, dengan usia yang sangat matang yaitu 35 tahun dia belum juga menikah,
bahkan memiliki pacar pun dia tidak. Emma sebenarnya tidak menutup diri hanya
saja dia selalu menjaga hatinya agar tidak tersakiti. Dia pernah berpacaran
cukup lama dengan pacarnya, bahkan Adit telah melamarnya. Tapi sayang, takdir
tidak mengijinkan mereka untuk menikah. Adit harus menikah dengan sepupu
jauhnya, itu adalah keputusan mutlak dari keluarganya.
Dengan hati yang hancur
berantakan, Emma tetap menjalani hidupnya dan mulai memperbaiki hidupnya yang
sempat berhenti karena patah hatinya. Emma berusaha untuk ikhlas dan akhirnya
dia pun berhasil mengikhlaskan Adit.
Setelah di tinggal kawin
oleh Adit, Emma tidak terlihat dekat dengan cowok sehingga Ibu Sri berinisiatif
untuk menjodohkan Emma, mulai dengan anak teman-teman arisannya sampai
dokter-dokter lajang yang bekerja di kantor Ayahnya. Emma sejujurnya tidak
menyukai ide perjodohan Ibunya, tapi dia tetap menjalani perjodohan yang telah
dilakukan oleh Ibunya karena dia menghormati usaha Ibunya. Toh semuanya juga
untuk kebaikan dirinya.
Meri, anak kedua Ibu Sri
dengan usia 30 tahun. Dia telah memiliki pacar, yaitu Mas Bimo yang 2 tahun di
atasnya. Hubungan mereka telah berjalan selama lebih dari 3 tahun. Awalnya Meri
merasa bahagia dengan segala romantisme yang diberikan oleh Mas Bimo. Tapi
lama-kelamaan hubungan mereka terasa hambar, karena masing-masing sibuk dengan
pekerjaannya.
Sampai suatu hari Meri
bertemu dengan Erik, teman kantor Lisa, adiknya. Tanpa di sangka selera musik
mereka sama yaitu Jazz dan genre musik mereka pun sama musical. Awalnya mereka
dekat karena saling pinjam meminjam CD Jazz tapi lama-kelamaan Meri merasa
nyaman berada di dekat Erik, karena Erik memberikan Romantisme yang selama ini
tidak pernah di rasakan olehnya.
Disadari atau tidak,
perbuatan Meri tentu saja salah. Karena tidak ada pembenaran untuk hal yang
namanya ‘selingkuh’ apa pun
alasannya.
Lisa, anak bungsu Bu Sri
dengan umur 29 tahun. Lisa dengan kepribadian yang tomboy belum pernah pacaran
sama sekali. Jatuh cinta pun dia hanya sekali sewaktu SMA. Itu pun cintanya tak
bisa di miliki, karena Mas Deni, abang kelasnya ternyata berpacaran dengan Amel
sahabatnya. Tentu saja kenyataan yang di ketahuinya itu membuat Lisa patah hati
dan sedikit sinis terhadap hal yang bernama ‘cinta’.
Dengan masalah
masing-masing anaknya, Bu Sri berusaha menemukan jodoh untuk anak-anaknya.
Setiap masalah yang di alami oleh anak-anaknya Bu Sri selalu mengambil kisah-kisah
dari novel-novel Jane Austen, pengarang favoritnya sebagai referensinya untuk
memberikan masukan serta nasihat untuk anak-anaknya.
Tentu saja, langkah untuk
bisa ke jenjang pernikahan tidaklah mudah. Karena pernikahan bukanlah sebuah
permainan dan hal yang sepele. Dengan perjalanan yang berliku serta masalah
yang menghadang mampukah Bu Sri menemukan jodoh untuk ketiga anaknya yang
usianya sudah cukup matang untuk menikah? Apakah cerita-cerita dari novel Jane
Austen mampu membantu Bu Sri menemukan jodoh untuk anak-anaknya? Silahkan di
baca selengkapnya.
-
Di awal cerita aku cukup
bingung dengan bagian yang menceritakan tentang kisah-kisah di novel Jane
Austen, karena aku tidak tahu siapa itu Jane Austen -,-v. Tapi aku tetap
mencoba untuk membaca dan hasilnyaaa aku bisa selesai sampai halaman terakhir
walau sampai sekarang masih rada-rada bingung dengan bagian Jane Austennya.
Secara keseluruhan
ceritanya bagus, menginspirasi dan mengajarkan banyak hal di antaranya adalah “semakin cepat kita mengikhlaskan
kehilangan, semakin baik buat hidup kita.” Dan aku sangat-sangat kagum
dengan tokoh Emma disini yang bisa dengan tegar mengikhlaskan pacarnya untuk
menikah dengan orang lain padahal seminggu sebelumnya dia telah dilamar. Dari
ketiga anak Bu Sri memang sosok Emma lah yang sangat ku kagumi. Sifat ikhlasnya
yang sangat-sangat luar biasa, mungkin karena dia yang paling tua di sana
sehingga sifatnya cukup dewasa.
Sejujurnya aku cukup suka
dengan novelnya karena gaya penulisan Mas Prima begitu enak untuk di baca nggak
kaku dan mengalir, tapi sayangnya novel ini terlalu tebal dan membuat aku agak
bosan untuk membacanya. Tapi ceritanya cukup bagus dan bagian Jane Austennya
juga cukup dominan dan cukup jelas karena telah di sisipkan beberapa cuplikan
dari beberapa kisah dari novel lengkap dengan translate Indonesianya.
Untuk covernya satu kata ‘unik’
really like this cover!!! Aku pikir ini novel terjemahan karena covernya
seperti itu dan didukung dengan judulnya. Tapi emang benar jangan menilai buku
dari sampulnya saja. Aku nggak menyesal telah menghabiskan 4 hari untuk membaca
novel ini karena banyak pelajaran yang bisa kita ambil dan semakin membuka mata
hati aku bahwa kasih sayang Ibu sangatlah besar dan memperlihatkan sudut
pandang Ibu saat anak-anaknya belum juga menikah. Dan untuk yang terakhir aku
mengucapkan selamat menempuh hidup baru untuk Emma, Meri dan Lisa. Berharap
rumah tangga kalian selalu sakinah mawaddah warrahmah. Amin.
Kecil atau besar, apa pun jenis bukunya,
perpustakaan seharusnya ada di setiap rumah. Setidaknya ada rak buku untuk
mengajari kita supaya menghargai buku dengan cara menyusunnya secara rapi.
3/5
by.
Hayati (✿◠‿◠)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar